TERBANGLAH BALON MERAHKU
Aku gadis kecil berumur 15 tahun dan harus menderita dengan penyakit ini. Penyakit itu yang membuatku
menyerah untuk melanjutkan hidup. Kanker. Kanker merupkakan salah satu penyakit
yang mematikan. Setiap harinya aku dikejutkan dengan berbagai peristiwa aneh .
Mulai dari sakit kepala, kejang-kejang, dan sering terjatuh .
Aku Grace Callista . Pecinta warna
merah, suka menerbangkan balon-balon indah itu kelangit dan melukiskan
peristiwa pentingdalam hidupku di buku harian. Menurutku menerbangkan balon
adalah kebiasaan yang unik dan aneh tapi seru. Sehari aku bisa menerbangkan 5
sampai 7 balon merah dan aku harus berbelanja buku harian setiap minggunya.
Aku juga punya seorang sahabat . Namanya Refan . Dia laki-laki , yang bisa
diajak bercanda, dewasa, dan selalu mengerti keadaan. Dia sahabat kecilku
hingga sekarang. Tiada kehadirannya seperti satu jiwa tapi tidak mempunyai
hati. Karena itulah kami sering bermain bersama . Tetapi kini keadaanku tidak
meyakinkan.
Aku berubah, yang dulunya periang kini pemurung. Walaupun sekarang aku
sering sakit, bagi Refan itu tidak masalah.ia tetap pada pendiriannya. Selalu
menemani apapun keadaanku. Ia memang sahabat terbaikku yang pernah kukenal.
Pernah aku bertanya padanya sebelum aku sakit, "apakah kamu akan
meninggalkanku ketika aku sakit? " Refan langsung menjawabnya " tidak
akan pernah " aku pun tersenyum.
Cahaya menembus kaca bening kamarku , semilir angin sejuk berhembus dan
seseorang tersenyum manis disebelahku. Ia adikku, Ardi . Ardi sudah
menyiapkanku air putih, roti dan obat . Sekarang aku tergantung dengan obat ,
obat bagaikan nyawa keduaku .
"kalau kamu mau jalan-jalan bilang Ardi ya." kata Ardi.
"pasti ardi". Ucapku seraya berterimakasih padanya.
Aku keluar dari kamarku dan menuju teras depan rumah. Biasanya pagi-pagi
Refan sudah kerumahku untuk diajak jalan-jalan . Tetapi sekarang kok tidak .
Kemana dia? Tanyaku dalam hati . Ardi melihatku di jendela dengan penuh air
mata. Setiap harinya ia selalu menangis bila lagi sendiri.. Entah karena sakit
ini yang membuat tetes-tetes air terus tumpah dari pelupuk matanya.
"pagi bidadari kecil!" sapa Refan yang tiba-tiba muncul dengan
membawa sebuah balon .
"Refan...... Kemana saja kamu? Aku sudah menunggu," ucapku sambil
melambaikan tangan . "maaf ya, tadi aku membantu nenek nenek menyebrang
jalan."ucapnya jujur. "oh.nggak apa-apa kok" ucapku. Ardi keluar
dari balik persembunyiannyasambil menghapus air matadi pipinya.Refan segera
bertos dengan Ardi dan meminta diizinkan di ajak jalan-jalan. Aku sangat senang
karena Ardi percaya Refan untuk menemaniku. Akhirya aku dan Refan sepakat
mengunjungi taman kota. Disana banyak sekali bunga-bunga indah. Bunga mawar
tentunya."sudah bawa buku harian dan pulpen merah? " tanyanya
mengingatkanku. "sudah ", jawabku singkat. Akhirnya kami telah sampai
, bau bunga mawarnya telah tercium.. Harum sekali . Refan langsung memetik
salah satu bunga yang sudah mekar dengan warna yang sangat merah. Ia menyuruhku
menuliskan sesuatu di buku harianku.menuliskan tentang pagi hari ini bersama
sang sahabat. "sudah belum nulisnya ?" tanyanya. "bentar
lagi". Jawabku datar. Setelah aku selesai menulis, aku robek kertasnya dan
digulung menyerupai huruf o . Lalu diikatkan dengan benang balon dan bunga
mawar itu diselipkan diantara benang dan kertas. Selidik punya selidik, Refan
ingin tahu apa yang barusan tadi aku tulis. Dengan terpaksa aku
memberitahukannya. Dia suka memaksa tetapi tidak suka dipaksa. Dear balon
merahku... Hari ini sangat cerah sekali. Awan-awan putih mengiringi pagiku sebagai
tanda aku masih berhak untuk hidup dan juga sahabatku. Bagiku Refan , ia
malaikat penolong. Aku beri dia gelar seminggu lalu. Aku bahagia mempunyai
keluarga dan sahabat. Karena keluarga adalah maha karya alam yang amat berharga
terimakasih untuk sang khalik.. Juga my best friend,Refan. Aku
mengingat-ngingat apa yang tadi aku tulis. Setelah puas dia mendengarkan
ocehanku, tibanya saat menerbangkan balon itu. "make a wish", katanya
mengingatkanku. Aku berharap Refan akan selalu menjadi sahabat baikku, harapku
sambil memejamkan mata. Kami mulai merenggangkan tangan dan balon itu sudah
melayang-layang ke langit .sekejap mata, balon itu menghilang dibalik awan.
Awalnya Refan menganggap aku manusia aneh karena menurutnya menerbangkan balon
iut cuma sia-sia waktu dan tenaga . Hari demi hari akhirnya ia mengerti . Ia
memaklumi kebiasaanku dan mendukungku agar terus melakukannya karena itu bukan
perbuatan dosa dan dilarang.dia juga pernah bertanya, "ketika sudah
diterbangkan.. Tujuannya apa?" aku menjawab sekenannya "supaya
seluruh dunia,alam dan tuhan tau," dia bertanya lagi "bukannya
komunikasi dengan tuhan bisa lewat doa?" aku tersenyum "iya aku tau
dan tau sekali. Tetapi ini sudah menjadi kebiasaanku setiap hari. Dia langsung
bengong saat itu. Ternyata Refan meniru kebiasaan ku tetapi hanya sementara,
karena kegiatan itu hanya pantas dilakukan oleh kaum hawa bukan kaum adam.
Tetapi Refan tetap menghormati kegiatanku. Berlama-lama di taman tidak bagus
juga. Semkain ramai dan panas. Refan mengajakku pulang ke rumah tetapi sebelum
pulang ia membelikanku sesuatu. "kamu suka?" Refan melirikku. "sangat suka. Ini benda
yang pernah aku baca di buku dongeng," kataku sambil berkhayal. Benda itu
mungil dan lucu. Bentuknya biola, didalamnya ada salju-salju putih dan 2 orang
yang tengah tersenyum. Cantik sekali. Ketika di pertengahan jalan menuju rumah.
Kepalaku sedikit pusing dan badanku sakit. Melihat itu Refan langsung panik dan
buru buru menelepon Ardi. Sakit dikepalaku mulai menjadi jadi , akhirnya aku
terjatuh , benda yang aku pegang pecah dan aku tidak sadarkan diri. Aku melihat
cahaya putih mendekati diriku. Ia mengajakku untuk jalan-jalan dan kau
menyanggupinya. Tetapi ada sesuatu yang janggal, gumamku kecil. Tadi aku berada
dijalanan bersama Refan . Aku mengingat-ngingat kejadian. Yang aku ingat hanya
itu saja. Aneh, makhluk itu slalu tersenyum jika ku ajak bicara. Dengan nada
kesal , akhirnya makhluk itu pun mulai mengeluarkan suara. Karena sifa
kecerewetanku dan dia menyerah juga. "cepatlah kau punya dua pilihan! Ikut
bersamaku atau pulang?"desaknya."aku lelah menghadapi semuanya di
duniaku. Menahan beban setiap hari. Apakah tuhan mengijinkanku untuk tinggal
disini?"tanyaku.
"ya... Sebelum kau tinggal disini. Ada permintaan lain? Sebaiknya kau
memberikan kata-kata terakhir untuk keluargamu sebelum aku mencabut
nyawamu."jawabnya. "baiklah, jika tuhan mengijinkanku pergi. Aku mau
menerbangkan balon terakhirku dan menutup mata. Mataku terbukan begitu saja .
Semua orang menangisiku dengan sendu dan sahabatku sedang membacakan puisinya.
Ketika keluargaku melihat aku bangun dari koma.. Mereka langsung memelukku
dengan eratnya dan ternyata .. Aku sudah koma satu minggu.aku menangis
dipelukan adik. Tetapi aku sudah berjanji dengan makhluk bercahaya itu, kalau
aku diberi kesempatan hidup untuk memberikan kata-kata terakhir dan
menerabangkan balon. "kalian semua. Terimakasih sudah menjagaku, menemani
hari-hari cerahku,membantuku,menyemangatiku,dan semuanya. Tanpa semuanya,aku
tidak bisa berbuat banyak. Disini aku hanya beban untuk semuanya," ucapku
panjang lebar. "tidak kau anugerah bagi kami," ucap mereka "lalu
jika kami boleh tau , apakah permintaan mu saat ini? "ucap Refan dengan
wajah cemas. "aku mau balon merah , pulpen dan buku," pintaku
"baik aku ambilkan," Refan langsung menyanggupinya.
"terimakasih, ini balon terakhirku yang ke 257!" kataku menoleh ke
Refan. Aku segera memanikan jari tanganku dengan cekatan diatas kertas halus.
Kata demi kata akhirnya menjadi kalimat-kalimat yang utuh. Aku menyuruh Ardi
untuk mengikatnya dan Refan menerbangkannya. Setelah aku lihat balon itu sudah
menghilang diterpa angin.
Keinginanku akhirnya selesai juga. Tibanya saat
malaikat pencabut nyawa menjemputku. "aku sayang kalian, kalian adalah
makhluk yang sangat berjasa untukku. Aku tunggu di keabadianku," kataku
setengah berteriak . Aku mulai lemas. Perlahan dan perlahan . Sesuatu ada yang
menarikku keluar,mataku mulai menutup dan ruh-ku telah terbang . Demikian
banyak orang menangisi dan mengasihaniku. Aku tidak tega melihatnya, karena nanti
kami akan dipertemukan lagi walaupun kini rasa rindu mulai menggerayangiku.
Perjanjian tetap perjanjian dan hidup adalah hidup. Karena hidupku bukan untuk
ditangisi atau dikasihani tetapi disemangati. Ini dia yang aku tulis sebelum
aku di panggil sang khalik. Dear balon merahku.. Ini hari terakhirku. Tiada
yang tau kalau aku sdah buat perjanjian kecuali tuhan dan malaikat itu. Aku
senang sudah mempunyai keluarga dan sahabat. Sampai akhir hayatku ini aku masih
merasa bahagia. Bahagia .. Sekali
seperti sesosok manusia yang baru dikaruniani segudang alat musik. Bagiku
sahabat adalah yang mengerti segala tentangku dan didunia ini disebut takdir
dan sisanya pilihan. Aku punya satu prinsip "tak ada kesedihan yang lebih
besar mengingat hari-hari penuh kesenangan pada saat sedang menderita."
salam Grace Callista sang pengidap kanker.
Komentar
Posting Komentar